13 Des 2013

Berhentilah menjadi gelas....



Sebenarnya quote seperti judul di atas dari dulu sepertinya sudah sering sekali kita baca. termasuk juga kisah-kisah inspiratif yang senada dengan cerita di bawah ini.
tapi sekali lagi... sebagai manusia yg konon katanya memang sebagai tempat bertahtahnya salah & lupa serta khilaf & lemah.....sehingga membaca tulisan penuh hikmah yg senantiasa mengajak kita untuk selalu kembali sejenak ke dalam diri untuk sekedar berintrospeksi (apakah niat, tekad dan prinsip-prinsip bijak yg selama ini berusaha keras kita upayakan & terus kita pegang, masih tersimpan kokoh di bilik hati kita?) seperti yg tertutur di kisah ini....rasanya tak pernah bosan-bosannya untuk dibaca, diresapi dan dijadikan kendali pengingat agar  segala yg telah kendor bisa kembali kuat, segala yg telah melemah kembali kepada kesadaran & tekad semula......:)


Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung. "Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.
"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis- habisnya," jawab sang murid muda. Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."  
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta. "Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit." 
Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. "Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru. 
"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih meringis. Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan. 
"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau." 
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya. 
"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau. 
Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. 
Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?" 
"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. 
Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya. "Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?" 
"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. 
Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas. "Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah." 
Si murid terdiam, mendengarkan. "Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya 'qalbu' (hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau."

“Seluruh air di samudera lautan tidak bisa menenggelamkan sebuah perahu kecil, jika airnya tidak masuk ke dalam perahu tersebut. Maka, seluruh kesedihan, kegundahan, beban hidup di dunia ini tidak bisa menenggelamkan hati kita, kecuali kita membiarkannya masuk ke dalam hati kita sendiri.” 

 * sebuah tulisan manis yg sayang entah darimana aku mendapatkannya :(
semanis maknanya bagiku, bagimu & bagi kita semua.....
ayo... terus bahagia :)


2 komentar:

  1. Kreeennn banget postingan ini Mbak Mey...

    BalasHapus
  2. iya mb....kisahnya keren bgt, yg bikin pasti lebih keren yah :).... sayangnya aq lupa ini dpt dr mana :(

    BalasHapus